Bila Murid SD Berbahasa Inggris

Hingga akhir 1980-an, sebagian besar siswa sekolah dasar (SD) belum menerima pelajaran bahasa Inggris. Hanya segelintir SD mengenalkan bahasa Inggris kepada siswanya. pada 1990-an, bahasa inggris mulai diajarkan pada murid-murid SD kelas IV ke atas. Di akhir dekade 1990-an, bahasa inggris mulai merambah ke siswa kelas I SD, bahkan murid Taman Kanak-kanak (TK) dan playgrup alias taman bermain. Kini, bukan pemandangan aneh lagi di banyak kota, murid SD kelas I sudah mampu bercakap dalam bahasa Inggris.

Memang, belum semua SD di seluruh kota di Tanah Air sudah menjadikan bahasa Inggris sebagai salah satu pelajaran wajib. Namun, mulai 2007 ini, Direktorat Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional akan dirintis bahasa INggris sebagai pelajaran muatan lokal di SD perkotaan. “uji coba segera dilakukan di SD-SD negeri yang berada di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Denpasar,” Kata Drs Mudjito AK, MSi, Direktur Pembinaan TK-SD Depdiknas.

Meski ujicoba dilakukan di sekolah negeri, namun program itu tidak membedakan sekolah negeri dan swasta. Justru peran sekolah swasta selama ini telah menjadi trendsetter pembelajaran bahasa Inggris di SD.

Program anyar Depdiknas itu juga didukung British Council, sebagai lembaga partner. British Council bukan saja dilibatkan dalam penyusunan strategi efektif pelaksanaan program pembelajaran bahasa Inggris untuk SD. Namun British Council juga memberikan bantuan dana. Salah satu kegiatan pendukung adalah penyelenggaran Simposium Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar di Hotel Bumikarsa, Jakarta, pertengahan Februari ini.

Acara dihadiri sekira 40 orang. Di antaranya, para pejabat Depdiknas, kalangan perguruan tinggi, dan para kepala subdin Pendidikan Dasar dari Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, DIY, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur. Juga para kepala SD Bilingual.

SEJAK KURIKULUM 1994

Sebenarnya pembelajaran Bahasa Inggris untuk SD telah ada pada Kurikulum 1994. Namun hasilnya tidak mengembirakan. Pada Kurikulum 2004, pembelajaran bahasa Inggris di SD pun kembali dikembangkan. Hasilnya sami mawon. Hingga muncul Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar.

Menurut Drs Mudjito, agar program kali ini berhasil, telah disiapkan metodologi pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan. “Selama ini metode pembelajaran melulu berisi penguasaan gramatikal. Juga budaya malu disinyalir sebagai penyebab kesulitan terbesar dalam aplikasi Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

Padahal, di Singapura dan Malaysia yang juga punya budaya multikultur ini, warganya tak malu berbahasa Inggris dengan dialek Tiongkok, Melayu dan India yang campur aduk di dalamnya. Berbeda dengan Indonesia yang punya 700-an bahasa daerah. Orang malu mengucapkan bahasa Inggris dengan dialek kedaerahan, misalnya Inggris dialek Sunda, atau Jawa. Sehingga orang menganggap pengucapan yang benar mesti dengan logat Inggris. “Persepsi seperti ini mestinya diubah,” katanya.

Mudjito juga berharap, target kurikulum bahasa Inggris sebaiknya tidak membebani siswa. “Sebagai muatan lokal, durasi dua jam pelajaran setiap minggu sudah cukup,” kata Mudjito.

Bolehlah siswa SD mulai diwajibkan mempelajari bahasa Inggris. Namun, yang tak kalah penting penguasaan bahasa Indonesia siswa SD di banyak daerah pun masih belum baik. Semoga, semangat mengejar ketertinggalan akan penguasaan bahasa dunia itu, tak membuat bahasa Indonesia dilupakan siswa SD.